Sepak Bola Api Sawut Merupakan Budaya Tradisional Ini Kata Dewan

Puruk Cahu - https://www.mediakaltengnews.com Sepak bola api atau dikenal dengan bahasa dayak sepak bola api sawut, merupakan salah satu budaya tradisional adat Dayak turun, menurun sejak nenek moyang tidak bisa dilupakan harus dibudayakan, dilestarikan agar tidak hilang begitu saja.
Hal tersebut di ungkapkan oleh Anggota DPRD Kabupaten Murung Raya, Bebie, S.Sos, SH.,MM.M.AP. “Budaya itu hendaknya harus dilestarikan di daerah supaya tidak hilang begitu saja,” ungkapnya kepada awak media, Minggu (21/4/2024).

Menurut Bebie, sepak sawut itu merupakan permainan tradisional yang ada di Indonesia, hanya ada pada daerah tertentu saja yang mengenal dan memainkannya. Namun, bagi masyarakat dayak Kalteng, permainan sepak sawut sangat digemari oleh warga mulai usia anak, remaja, dewasa hingga usia orang tua.
“Permainan sepak bola itu tidak hanya dimaikan siang hari saja. Permaianan itu dilakukan pada malam hari supaya terlihat kobaran dan percikan api, kalau penerangan lapangan hanya secukupnya saja,” tuturnya.

Lebih lanjut Bebie menceritakan, permainan sepak sawut budaya tradisional ini hanya dimainkan pada kondisi tertentu yang menjadi adat istiadat turun temurun. Semisalkan, ada acara pengantinan atau orang mendapatkan rezeki setelah berladang atau berhasil dalam usaha-usaha kehidupannya.

“Ungkapan rasa syukur mana kala misalnya rumahnya selesai dibangun, juga kerap menggelar sepak sawut ini. Itulah budaya tradisional,” jelasnya.

Namun sekarang sepak sawut ini lanjut Bebie, sudah jarang dilakukan pada acara-acara di lingkungan masyarakat, sehingga keberadaan permainan tradisional ini menjadi langka karena jarang dilakukan. “Kita mengharapkan budaya adat tradisional ini dilestarikan lagi,” harap Bebie.

Ia menjelaskan, permainan sepak sawut itu sama halnya dengan bermain sepak bola pada umunya atau bola futsal, dimana setiap tim terdiri dari lima orang pemain. Sedangkan luasan lapangan yang digunakan tidak berbeda jauh dengan luas lapangan bola futsal.

“Pertandingan itu dipimpin oleh seorang wasit dengan prosedur durasi waktu yang dipertandingkan sebanyak 2×10 menit. Siapa yang banyak memasukkan bola ke gawang lawan maka tim tersebut yang dinyatakan sebagai pemenang,” terangnya.

Dikatakanya, bola itu terbuat dengan menggunakan kelapa kering, terlebih dahulu dipukul agar empuk kemudian direndam di minyak tanah beberapa menit agar mampu menghasilkan api yang besar atau tinggi.

“Kalau dimainkan pasti seru penonton termasuk juga pemainya karena api dibola itu semakin keras di tendang semakin besar apinya. Apalagi di mainkan malam hari seru sekali melihat apainya saat di tendang,” pungkas Bebie.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url