"KETUA PENGADILAN NEGERI SAMPIT DILAPORKAN DAN BAKAL DIDEMO WARGA"
Sampit -MKNews-Bahwa untuk menindaklanjuti Laporan Pelanggaran Hukum Serta Pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim, bertanggal 24 Januari 2025 yang ditujukan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Ketua Badan Pengawas pada Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah, Hakim Tinggi Pengawas
Bidang pada Pengadilan Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah maka pada hari Kamis, 13 Februari 2025 akan dilaksanakan demonstrasi (penyampaian pendapat dimuka umum) yang akan dilaksanakan di depan/ halaman Pengadilan Tinggi Palangka Raya mulai pukul 10.00 WIB oleh kelompok masyarakat yang menamakan diri Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah.
Aksi ini dilakukan untuk menuntut Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah, Hakim Tinggi Pengawas Bidang pada Pengadilan Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah agar segera menindaklanjuti laporan yang sebelumnya yang telah disampaikan kepada pihaknya, kata Erko Mojra selaku salah satu Koordinator Aksi Demo.
Kasus ini terjadi Ketika proses persidangan dalam Perkara Perdata Nomor : 42/Pdt.G/2024/PN.Spt pada tanggal 14 Januari 2025 sedang berlangsung dengan agenda pemeriksaan Saksi-Saksi yang
diajukan oleh Penggugat (PT. Agro Indomas), Nasrun O (warga masyarakat Desa Bangkal) selaku Tergugat ada meminta izin ke toilet/ WC untuk Buang Air Besar (BAB) kepada Ketua Majelis Hakim inisial BO yang notabene Ketua Pengadilan Negeri Sampit namun tidak diizinkan oleh yang bersangkutan, dengan mengatakan “TIDAK BISA, DUDUK KAMU, ENAK SAJA, SAYA
YANG ATUR”.
Bahwa atas hal tersebut Nasrun merasa keberatan dan dirugikan serta merasa direndahkan karena tidak diizinkan untuk buang air besar ke toilet/ WC padahal ketika Pengacara/ Kuasa Hukum Penggugat/ PT. Agro Indomas meminta izin untuk ke kamar kecil/ toilet selalu diizinkan oleh BO, sehingga atas hal tersebut, Nasrun dan warga masyarakat yang hadir dan menjadi saksi dalam kejadian tersebut menilai perilaku BO memihak dan diskriminatif terhadap pihak yang sedang berperkara, maka dengan demikian Hakim BO telah diduga melanggar kode etik dan juga melanggar Hak Asasi Manusia, ungkap Sekretaris Jenderal Gerakan Peduli Pembangunan Se Kalimantan (GPPS) ini.
Bahwa untuk membuktikan hal ini, Nasrun dkk memiliki bukti rekaman suara perkataan BO tersebut diatas (nantinya apabila laporan yang sebelumnya telah disampaikan ditindaklanjuti rekaman suara akan diberikan) dan Nasrun O memiliki saksi-saksi yang mendengar sendiri, mengetahui/ menyaksikan sendiri peristiwa yang telah dilaporkan ini sebagaimana
Surat Pernyataan para Saksi yang sudah dilampirkan dalam laporan.
Bahwa untuk kepentingan pemeriksaan terhadap BO nantinya Nasrun O dkk berharap agar rekaman CCTV yang berada di ruang Cakra, Pengadilan Negeri Sampit, khusus pada hari Rabu, tanggal 14 Januari 2025 dapat dibuka untuk mendukung laporan yang sebelumnya telah disampaikan dengan tujuan semata-mata untuk membuktikan bahwa apa yang disampaikan ini adalah
benar, pintanya.
Hakim BO diduga telah melakukan pelanggaran terhadap beberapa Prinsip-prinsip dasar
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut : (1) Berperilaku Adil, (2) Berperilaku Jujur, (3) Berperilaku Arif dan Bijaksana, (4) Bersikap Mandiri, (5) Berintegritas Tinggi , (6) Bertanggung Jawab, (7) Menjunjung Tinggi Harga Diri, (8) Berdisplin Tinggi, (9) Berperilaku Rendah Hati, (10) Bersikap Profesional yang diuraikan lebih lanjut di dalam Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor : 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor :
02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim yakni Pasal 18
(3) yang menyatakan "Pelanggaran berat meliputi pelanggaran atas : - Pasal 5 ayat (3) Larangan bagi hakim dalam penerapan berperilaku adil adalah :
c. Hakim dilarang bersikap, mengeluarkan perkataan atau melakukan tindakan lain yang dapat menimbulkan kesan memihak, berprasangka, mengancam, atau menyudutkan para pihak atau kuasanya, atau saksi-saksi, dan harus pula menerapkan standar perilaku yang sama bagi advokat, penuntut, pegawai pengadilan atau pihak lain yang tunduk pada arahan dan pengawasan hakim yang bersangkutan.
Oleh karena itu, kami minta agar Ketua Pengadilan Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah dan Hakim Tinggi Pengawas Bidang pada Pengadilan Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah segera melakukan tindakan tegas berupa Pencopotan BO sebagai Ketua Pengadilan Negeri Sampit, menghukum yang bersangkutan sementara proses hukum pelanggaran kode etik berjalan dengan menetapkan BO tidak memiliki kewenangan mengadili perkara (non palu) serta selanjutnya melakukan proses Pemberhentian Tidak Dengan Hormat kepada yang bersangkutan, tandas Erko Mojra yang notabene Ketua Umum Asosiasi Masyarakat Peduli Hukum (AmpuH) Daerah Provinsi Kalimantan Tengah ini.