DPRD Gelar Rapat Dengar Pendapat Terkait Ganti Rugi Lahan
Barito Utara, MKNews-Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barito Utara menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan PT. PADA IDI terkait masalah ganti rugi lahan masyarakat Desa Luwe Hulu di ruang rapat DPRD setempat, Senin 14/04/2025.
Rapat dipimpin Wakil Ketua II DPRD Barito Utara Hj. Henny Rosgiaty Rusli, S.P.,M.M., didampingi 10 orang anggota dewan, dihadiri oleh Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekda Barito Utara, Eveready Noor, S.E., mewakili Kapolres Barito Utara, Kabag Ops Kompol Masriyono, S.H.,M.H., Pimpinan PT. PADA IDI, H. Padli Noor, Mewakili masyarakat desa Luwe Hulu, Anung beserta masyarakat pemilik lahan.
Saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) berlangsung, pimpinan PT. PADA IDI H. Padli Noor menyampaikan bahwa pihaknya sebagai formulasi diberikan IUP dan IPPKH. Kami sudah berusaha maksimal untuk memenuhi dalam kewajiban dan juga mandatori yang sudah ditetapkan didalam aturan.
"Dan PT. PADA IDI lanjutnya berada seratus persen didalam kawasan hutan produksi lebat dan hutan produksi tali asih. Jadi yang kami lakukan terhadap masyarakat bukan transaksi jual beli lahan, yang kami berikan kepada masyarakat yaitu sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku adalah pemberian tali asih atau kompensasi terhadap tanam tumbuh di lahan yang digarap," Ujarnya.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Barito Utara dari fraksi partai PAN Hasrat, S.Ag. menegaskan, setelah bapak punya izin lalu seenaknya terhadap masyarakat. Bapak harus ingat kita punya hukum positif dan hukum adat coba bapak buka Undang-undang nomor 41 tahun 1969 Bab II setatus dan fungsi hutan ada di pasal 5 ayat 1 yaitu hutan berdasarkan setatusnya terbagi dua pertama hutan negara dan kedua hutan hak.
"Kemudian dijelaskan dalam pasal 2, bahwa hutan negara sebagai mana dimaksud pada ayat 1a dapat berupa hutan adat. Lalu kalimat itu menyatakan bahwa yang dinamakan hutan negara itu tetap ada. Dan pemerintah RI mengakui khususnya di Kabupaten Barito Utara. Jangan mentang-mentang bapak direktur punya IUP dan IPPKH lalu seenaknya menggarap lahan masyarakat itu," Tegas Hasrat.
Anggota DPRD Kabupaten Barito Utara dari fraksi partai Nasdem juga menyampaikan hal serupa, bahwa seharusnya pembebasan lahan itu ada kompromi atau pembicaraan antara dua kepala desa. Karena ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih jadi harus teliti.
"Kalau bapak berbicara tentang izin itu dan ini, bapak tidak bisa nambang kalau tidak izin dengan pemerintah itu konsep pertama. Konsep kedua kita, dimana tanah dipijak disitu lah langit dijunjung itu adat istiadat yang diperhatikan jangan terlalu pokus dengan punya izin tapi warga masyarakat pemilik lahan itu dibiarkan saja," Kata Edi Fran Aji.
Di tempat terpisah, mantan Pj. Kades Muara Inu tahun 2006 membenarkan bahwa pak Syukur memang betul punya lahan. Jadi wajar saja kalau lahan itu diwariskan pak Syukur kepada anak-anaknya. Kemudian tanah itu memang dikelola sehingga saya waktu itu mengetahui bahwa lahan beliau itu ada dan lahan itu lah yang disengketakan hari ini. Saya berharap kepada hasil mediasi hari ini, untuk lebih menggali siapa yang lebih berhak menerima lahan itu sehingga nanti masyarakat bisa memanfaatkan dari pada nilai kompensasi yang ada," Harapnya.
Sementara itu, mewakili masyarakat pemilik lahan, Anung mengatakan, bahwa RDP hari ini adalah terkait ganti rugi lahan padahal tidak! karena pemilik lahan merasa belum mengadakan kesepakatan menjual bahkan jaminan kepemilikan itu tidak ada. Pemilik lahan menganggap lahannya masih utuh, cuma dari pihak perusahaan yang mengatakan bahwa ada yang mengklaim nya.
"Yang menjadi pertanyaan aneh dan janggal bagi kita, untuk tanahnya pak Junaidi, kemudian pak Rudi Hartono, Paisam, Pak Tomi Efendi itu lokasi tanahnya di desa Muara Inu. Yang menerbitkan surat keterangan tanahnya pada waktu itu, selain surat pelimpahan dari perusahaan RBH kepada masyarakat adalah Pak Juari yang mengeluarkan SPT nya tahun 2006 dan batas-batasnya jelas,"Kata Anung.
Ini yang mengklaim lahan itu banyak orangnya, lalu dibayar ke siapa ini? Inilah yang dipertanyakan kita sementara mereka ini dibayarkan dan kita harus melalui proses mediasi di Polsek sehingga tidak ada titik temu. Permasalahannya adalah pemilik lahan tidak bisa berbuat apa-apa, sementara lahannya sudah habis digarap.
"Tadi kita minta kepada semua anggota dewan yang hadir termasuk pihak perusahaan, kita minta setatus TO demi rasa keadilan supaya disitu kelihatan. Kalau memang perusahaan ingin masalah ini cepat diselesaikan maka mereka akan cepat melakukan perifikasi dan tidak menunda-nunda waktu," Tegasnya. (Led)